Hukum Merayakan Malam Tahun Baru Masehi bagi Umat Islam

Hukum Merayakan Malam Tahun Baru Masehi bagi Umat Islam

Setiap pergantian tahun Masehi, sebagian masyarat dunia merayakan malam tahun baru atau malam tanggal 1 Januari. Bagaimana hukum merayakan malam tahun baru Masehi bagi umat Islam mengingat kalender Masehi notabene bukan milik umat Islam?

Sejarah Kalender Masehi

Sebelum membahas tentang Hukum Merayakan Malam Tahun Baru Masehi bagi Umat Islam,  kita simak terlebih dahulu sejarah penetapan tanggal 1 Januari sebagai pertanda tahun baru dalam kalender Masehi.

Mengutip laman Gramedia, kalender Masehi –dikenal juga sebagai kalender Gregorian– pertama kali dikenalkan tahun 1582 M. Sistem penanggalan ini berdasarkan perhitungan waktu perputaran bumi terhadap matahari. Kalender Masehi ditemukan pertama kali digunakan di benua Eropa.

Perhitungan kalender Masehi yang didasarkan pada perputaran bumi mengelilingi matahari ditemukan oleh seorang astronom Romawi. Dari perhitungan tersebut didapatkan angka 365,25 hari. Hal tersebut berpengaruh pada musim yang datang lebih lambat.

Era kalender ini didasarkan pada tahun tradisional yang dihitung sejak kelahiran  Isa al-Masih atau Yesus Kristus dari Nazaret. Masehi dihitung sejak hari tersebut.

Penetapan 1 Januari sebagai pertanda tahun baru Masehi bermula pada abad 46 Sebelum Masehi (SM). Ketika itu, kaisar Romawi, Julius Caisar, membuat kelender matahari yang dinilai lebih akurat ketimbang kalender-kalender lain yang pernah dibuat sebelumnya.

Jadi jelas, kalender Masehi lahir di Eropa dan kental bernuansa sejarah agama Kristen atau Nasrani. Karena itulah, Hukum Merayakan Malam Tahun Baru Masehi bagi Umat Islam ada dua pandangan, antara boleh dan tidak boleh. Yang melarang perayaan tahun baru Masehi bagi umat Islam berdasarkan prinsip “tidak boleh menyerupai kaum agama lain”. Yang membolehkan perayaan malam pergantian tahun Masehi berpendapat tidak ada dalil yang menjelaskan secara khusus hukum mengucapkan atau merayakan tahun baru dalam Islam.

Pendapat Pertama: Tidak Boleh

Pendapat pertama di kalangan ulama berpendapat, haram hukumnya merayakan malam tahun baru Masehi karena dianggap tasyabbuh atau menyerupai orang kafir. Dalil umum yang melarang seorang muslim untuk menyerupai orang kafir dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadits.

وَلَنْ تَرْضٰى عَنْكَ الْيَهُوْدُ وَلَا النَّصٰرٰى حَتّٰى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ اِنَّ هُدَى اللّٰهِ هُوَ الْهُدٰى ۗ وَلَىِٕنِ اتَّبَعْتَ اَهْوَاۤءَهُمْ بَعْدَ الَّذِيْ جَاۤءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللّٰهِ مِنْ وَّلِيٍّ وَّلَا نَصِيْرٍ

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela kepadamu (Nabi Muhammad) sehingga engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya).” Sungguh, jika engkau mengikuti hawa nafsu mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak ada bagimu pelindung dan penolong dari (azab) Allah.” (QS Al-Baqarah: 120).

Rasulullah Saw bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR Abu Daud)

Para ulama yang melarang perayaan malam tahun baru Masehi berpandangan, kegiatan itu tidak pernah ada dalam ajaran Islam dan hal itu dianggap bid’ah (perkara yang diada-adakan dalam Islam).

Pendapat Kedua: Boleh

Hukum Merayakan Malam Tahun Baru Masehi bagi Umat Islam selalu “trending” di akhir bulan Desember dan banyaknya event perayaan malam tahun baru Masehi. Dipandang tidak ada dalil khusus yang melarang, ulama dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH M Cholil Nafis, menyebutkan boleh merayakan malam tahun baru Masehi karena tidak ada dalil yang menjelaskan secara khusus hukum mengucapkan atau merayakan tahun baru dalam Islam.

Menurutnya, para ulama sepakat perayaan tersebut boleh dilakukan. Meski demikian, perayaan yang dibolehkan tersebut adalah perayaan yang tidak dilakukan secara berlebihan ataupun menganggu ketenangan orang banyak, tidak berlebihan, tidak ada pemborosan sehingga terkesan buang-buang uang, dan sebatas merayakan kebahagiaan. Namun, Cholil lebih menyarankan kaum muslim untuk mengisi tahun baru dengan evaluasi diri, muhasabah, dan berdoa kepada Allah SWT. (Dtc)

Sebaiknya Hindari

Umumnya ulama, termasuk Ustadz Abdul Somad (UAS) dan Buya Yahya, menyarankan umat Islam menghindari perayaan tahun baru Masehi.

Ustadz Abdul Somad (UAS) juga memberikan pandangannya tentang Hukum Merayakan Malam Tahun Baru Masehi bagi Umat Islam. Dalam sebuah video ceramah yang diunggah di kanal YouTube, UAS menjelaskan asal-muasal kalender Masehi yang saat ini digunakan sebagai penanggalan di sebagian besar penduduk dunia.

Mulanya kalender ini berasal dari kalender yang dibuat seorang kaisar dari Negeri Romawi yang bernama Kaisar Julian yang kemudian dinamai Kalender Julian. Selanjutnya, kalender tersebut diambil dan dimodifikasi oleh Paus di Vatikan yang bernama Paus Gregorius. Hasil modifikasi inilah yang kemudian disebut Gregorian Kalender.

Hingga pada suatu ketika dalam suatu pertemuan yang dilakukan Perkumpulan Bangsa-bangsa (PBB), kalender Gregorian ini disepakati sebagai kalender yang akan digunakan secara seragam di seluruh dunia, termasuk Indonesia yang masuk anggota PBB. Meskipun berasal dari nonmuslim, UAS menjelaskan, penggunaan kalender ini sebenarnya boleh-boleh saja, seperti halnya menggunakan kamera produk nonmuslim punya.

Namun demikian, jika hal tersebut sudah menyentuh persoalan akidah atau kepercayaan, maka hukumnya tidak boleh, seperti meniup terompet  dan menyalakan lilin. UAS menyarankan, jika kebetulan pada malam tahun baru itu ada acara dzikir atau pengajian, maka hadiri acara tersebut. Namun, jika di lingkungan tempat tinggalnya tidak ada kegiatan keagaamaan yang dapat diikuti menjelang tahun baru, maka lebih baik untuk tidur daripada ikut dalam perayaan nonmuslim.

Hal senada dikemukakan Ustadz Yahya Zainul Ma’arif Jamzuri alias Buya Yahya. Dalam sebuah ceramahnya yang beredar di YouTube, Buya Yahya menyebutkan bahwa perayaan tahun baru Masehi ini hendaknya dihindari karena budayanya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama Islam.

Buya Yahya menyebutkan, umat Islam hendaknya tidak melakukan perayaan tahun baru Masehi karena biasanya hal-hal yang dilakukan dalam perayaan tersebut justru dapat menjerumuskan pada maksiat, seperti berhura-hura dan berfoya-foya. Ditegaskannya, banyak yang merayakan ini orang di luar Islam karena bangga dengan tahun baru mereka dan ada kemaksiatan di dalamnya.

Buya Yahya menegaskan, mengikuti budaya-budaya kafir itulah yang tidak diperkenankan. Buya Yahya juga mengatakan, kebiasaan mengikuti budaya nonmuslim diakibatkan oleh lemahnya pendirian seorang muslim. Beberapa umat muslim tampak bersuka cita merayakan tahun baru Masehi, namun tidak dengan tahun baru Hijriyah yang merupakan tahun Islam.

Demikian Hukum Merayakan Malam Tahun Baru Masehi bagi Umat Islam. Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Video Ceramah Malam Tahun Baru Keluarga Muslim

 

Posted in Kajian and tagged , , .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *