Memesrai Kematian

kematian

Oleh Nihwan Sumuranje

Andai tidak ada satu ayat pun yang membicarakan kematian, niscaya otak waras manusia pasti meyakini suatu waktu kematian akan datang juga. Namun, karena kasih sayang Allah Swt kepada kita semua, kita diingatkan Allah Swt melalui Al-Qur’an yang banyak sekali memuat ayat-ayat Al-Qur’an guna mengetuk pintu hati dan pikiran kita untuk secepatnya menyadari bahwa kematian itu sebuah kepastian.

Karena kematian suatu kepastian, maka ada kepastian lain pula guna menyambut datangnya kematian, yakni harus kita pastikan akidah yang benar, ibadah-syariah yang benar dan juga perilaku yang benar di wilayah muamalah (pergaulan sosial, politik, budaya).

Sehebat-hebatnya pikiran manusia dalam membicarakan konsep kematian pastilah menemui banyak keterbatasan. Sejernih-jernih hati manusia menyelami informasi tentang kematian, tentu akan mengalami kebuntuan.

Tidak ada sumber yang paling benar dan akurat mengenai hal ihwal kematian kecuali kita bertanya kepada Al-Qur’an. Tidak ada yang kita jadikan tempat bertanya mengenai kematian dan atau kehidupan kecuali kepada Yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan, yakni Allah Swt.

Semakin rajin membaca ayat-ayat kematian di dalam Al-Quran, maka bertambah mesrahlah kita dalam menyikapi kematian. Kalau kita tidak membaca ayat-ayat Al-Quran tentang kematian, bagaimana kita bisa memesrai kematian.

Kemesraan terhadap sesuatu dapat tercipta karena kita mengenali sesuatu itu. Dalam peribahasa kita, sering kita dengar: tak kenal maka tak sayang. Nabi Muhammad Saw mengingatkan: orang yang cerdas adalah orang ang paling banyak mengingat kematian dan mempersiapkan bekal dengan amalan yang baik.

Yang paling cerdas ternyata bukan orang yang pintar ilmu ini dan itu. Tetapi yang paling banyak mengingat kematian dan mempersiapkan bekal taqwa sebelum batas beramal habis alias ajal tiba.

Penulis termasuk yang ingin sama-sama mengingatkan bahwa setelah kiamat berlangsung, yang hancur tidak saja gunung, planet, galaksi, laut serta alam semesta, bahkan sistem waktu juga hancur.

Waktu tidak lagi: sehari semalam 24 jam, satu jam 60 menit, satu menit 60 detik. Waktu tidak lagi setahun 12 bulan, seabad seratus tahun dan seterusnya. Sistem hitungan waktu di dunia tidak lagi berlaku. Waktu yang berlaku mutlak dalam genggaman Allah Swt. Hitungan waktu yang berlaku hitungan sistem akhirat (bukan dunia).

Dengan bahasa sederhana kita memahaminya abadan-abadan (selama-lamanya) dalam surga atau neraka. Negeri akhirat adalah negeri keabadian. Negeri dunia adalah negeri penuh kesemantaraan.

Mumpung masih dikaruniai waktu di dunia, kita manfaatkan untuk pengabdian kita menuju ridha Allah, baik yang terkait dengan ibadah mahdhah maupun ghair mahdah. Ingat! Seluruh kegiatan kita di dunia, di setiap ruang dan waktu bernilai ibadah.

Ketika ingat mati bukan berarti kita anti dunia. Tidak. Tidak sama sekali. Bagaimana bisa berzakat, berinfaq dan bersedekah kalau kita tidak punya harta benda?

Dengan semangat takwa bukan berarti anti kekuasaan dan hal yang mengitarinya. Tetapi apa tujuannya mencari dunia, saat mencarinya dengan cara halal atau haram dan penggunaannya di jalan ridha Allah apa murka Allah? Semua aktivitas rasa, rasio dan fisik, seluruhnya bernilai pahala di sisi Allah kalau yang dituju adalah ridha Allah.

Memperbanyak ingat mati tidak berarti hanya fokus doa dan dzikir di masjid. Cakupan takwa itu seluas dan sedalam laku hidup dan kehidupan. Para ulama menyimpulkan bahwa takwa: menjalankan segala perintah dan meninggalkan semua larangan Allah baik dalam keadaan sepi maupun ramai. Artinya, takwa ada di pasar, politik, budaya dan lain sebagainya.

Abu Bakar As-Shiddiq mengingatkan, ihris alal maut tuhab lakal hayat-Sambutlah kematian, maka akan memperoleh kehidupan (prestasi). Tidak ada prestasi yang dapat diraih kecuali dengan semangat dan berani. Apa yang dapat diperoleh dari orang-orang yang bermental malas dan pecundang.

Berani mati berarti kita siap bermesraan dengan perintah dan larangan Allah Swt, yang contoh rilnya telah dicontohkan Nabi Muhammad Saw.  Bagi kaum beriman, perintah dan larangan Allah dianggap sebagai undangan kehormatan atau tiket untuk menuju ridha Allah, ampunan dan atau memperoleh surga-Nya.

Tulisan seri Memesrai Kematian merupakan upaya untuk meningkatkan derajat kemanusiaan kita di hadapan Allah Swt. Dan tidak ada yang lebih bernilai dari apapun dan siapapun kecuali kita hidup dengan semangat Laa ilaaha illah, mati dalam keadaan Laa ilaaha illah dan nanti dibangkitakan dalam keadaan yang tergolong mengamalkan Laa ilaaha illah.

Posted in Kajian, Opini and tagged , , , .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *